Posted: 15 Sep 2010 04:11 PM PDT
PT Dirgantara Indonesia (DI) menyatakan siap membuat pesawat tempur KF-X guna mendukung kerja sama Indonesia dengan Korea Selatan (Korsel).
Perusahaan dirgantara nasional  tersebut memiliki kompetensi untuk   membuat pesawat tempur dengan  kemampuan di atas rata-rata. “Desain,   sumber daya manusia, teknologi,  dan quality control kami menyatakan   siap,” ujar Kepala Humas PT DI  Rakhendi Triyatna kepada wartawan di   Bandung kemarin.
Kesiapan PT DI  bukanlah isapan jempol. Rakhendi  menyebutkan, antara  tahun 1986-1990  saat masih bernama Industri Pesawat  Terbang Nusantara  (IPTN), pihaknya  pernah memproduksi tujuh komponen  untuk 40 pesawat  tempur F-16.  “Hasilnya excellent,” tandasnya.
Kepala  Biro Humas Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI  I Wayan  Midhio  mengatakan, RI akan berusaha agar pembuatan KFX dapat  dilakukan  di  Tanah Air, khususnya di PT DI. Dengan demikian,  diharapkan Indonesia   bisa mendapat transfer teknologi. Namun di mana  kepastian pesawat tempur   KF-X akan diproduksi, menurut dia, sejauh ini  belum dibicarakan.
“Kami  berharap pesawatnya dapat dibuat di sini (Indonesia).  Ini akan  dibahas  dalam kesepakatan selanjutnya. Kalau yang  ditandatangani Pak  Erris  Herryanto (Sekjen Kemhan) kemarin itu baru  perjanjian awal,”ujar   Midhio.
Midhio menuturkan, nota kesepahaman dengan Korsel  berkaitan  dengan  rencana produksi bersama, riset hingga terbentuknya  prototipe  pesawat  tempur. Prototipe tersebut dapat diproduksi di  Indonesia tahun  2020 oleh  PT DI. Lebih jauh dia menjelaskan, Indonesia  tidak akan  mendapat  lisensi dari pesawat KF-X karena rancangan awal  dari jet  tempur tersebut  adalah milik Korsel sepenuhnya.
Indonesia  dalam hal ini hanya menjadi mitra kerja sama,  terutama  dalam hal  pemasaran. Kendati demikian, dia menjamin Indonesia  akan  mendapat  keuntungan dari kerja sama ini karena dapat menyerap  teknologi,   sedangkan pihak Korsel dapat memangkas biaya produksi dan  terbantu di   urusan penjualan produk pesawat tempur.
Dia menambahkan, selain  sudah mempunyai kemampuan membuat  pesawat,  Indonesia dipilih Korsel  karena memiliki kedekatan dengan  banyak negara  berkembang. “Pasar dari  KF-X yang utama adalah negara  berkembang dan  Indonesia sebagai negara  berkembang memiliki banyak  kolega dengan  negara-negara lain,”katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kemhan RI meneken kesepakatan  dengan   Korsel untuk memproduksi dan memasarkan jet tempur KF- X yang  tertunda   beberapa tahun karena terbentur masalah teknis dan pendanaan.    Kesepakatan bukan hanya menjadi kebanggaan bangsa karena tidak banyak    negara yang bisa memproduksi pesawat tempur, tapi juga untuk  melepaskan   ketergantungan alat utama sistem senjata (alutsista) dari  negara lain.
Dalam kesepakatan yang diteken Komisioner Kementerian  Pertahanan   Korsel dan Sekjen Kemhan RI Marsekal Madya TNI Erris  Herryanto,   Indonesia akan menanggung 20% biaya dan akan memperoleh 50  pesawat yang   mempunyai kemampuan tempur melebih F-16 ini.
Sekjen Kemhan Erris  Herryanto sebelumnya pernah  mengungkapkan,  anggaran yang dibutuhkan  untuk proyek strategis  tersebut sebesar USD8  miliar dengan jangka waktu  kerja sama hingga  2020. Selama waktu itu  diharapkan sudah bisa  disiapkan lima prototipe.  Berdasar informasi yang  berkembang, KF-X  tergolong pesawat tempur  generasi baru.
Pesawat single seat  bermesin ganda ini adalah jenis pesawat  siluman  (stealth) yang  kemampuannya di atas pesawat Dassault Rafale  atau  Eurofighter Typhoon,  tapi masih di bawah Lokheed Martin F-35.  Kemampuan  tempurnya juga tidak  usah diragukan karena lebih unggul  dibandingkan  pesawat F-16 Block 60.
Untuk mendukung ketersediaan peranti canggih, produksi KF-X  akan   merangkul sejumlah perusahaan internasional untuk menyediakan  sistem   radar, data link, desain, mesin jet, teknologi stealth,  persenjataan,   dan lainnya.
Pengamat militer MT Arifin berharap dalam kerja sama   pembuatan  pesawat KF-X tersebut Indonesia bisa memastikan adanya alih   teknologi.  Proses alih teknologi dapat terjadi dengan melibatkan PT DI   dalam  pembuatan KF-X.
Menurutnya, tanpa adanya transfer  teknologi, kerja sama yang  memakan  banyak biaya tersebut akan sia-sia,  bahkan mendatangkan  kerugian.“Kita  harus melihat dulu perjanjiannya  seperti apa? Yang  terpenting, Indonesia  harus mendapatkan transfer ilmu  dari adanya  kerja sama pembangunan  pesawat ini,”ujarnya.
Dia  pun menilai Indonesia sudah saatnya memproduksi sendiri  materi   keperluan pertahanan dan keamanan.Jika ilmuwan Tanah Air mampu  dengan   optimal menyerap teknologi dari Korsel, hal itu dinilainya  sebagai   perkembangan yang luar biasa. Selama ini Indonesia masih  banyak membeli   senjata, pesawat,dan kapal dari luar.
 


 
